Keterbukaan Kontrak PBJ di Indonesia

Analisis Putusan Komisi Informasi Pusat
Indonesia telah memiliki Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008 yang memberikan hak kepada masyarakat untuk mengakses informasi yang dikelola pemerintah. UU KIP juga mewajibkan pemerintah untuk membuka berbagai informasi yang dimilikinya.
 
Setelah hampir sepuluh tahun UU KIP diterapkan, sayangnya, belum seluruh instansi pemerintah memiliki pandangan yang sama mengenai keterbukaan informasi publik, termasuk di sektor pengadaan barang dan jasa. Masih banyak badan publik yang menganggap informasi itu, khususnya dokumen kontrak, dikecualikan atau tidak dapat diakses publik. Masyarakat pun kesulitan memantau proyek pemerintah karena akses terhadap informasi pengadaan barang dan jasa tidak diberikan. Jika sudah begitu, tak heran kalau sektor pengadaan barang dan jasa di Indonesia masih rawan korupsi.
 
Berdasarkan data yang dihimpun Indonesia Corruption Watch (ICW), pada tahun 2010 sampai tahun 2017, 40 persen kasus korupsi yang ditangani penegak hukum setiap tahunnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Meski banyak faktor penyebab korupsi, namun minimnya partisipasi masyarakat mengawasi proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah karena informasi tidak disediakan memperparah hal itu.
 
UU KIP secara jelas menyebutkan, informasi mengenai perjanjian antara pemerintah dan pihak ketiga merupakan informasi publik. Jadi sudah sewajarnya pemerintah membuka informasi kontrak pengadaan barang dan jasa kepada publik. Keterbukaan dokumen kontrak memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi yang tersedia dan menggunaknnya untuk memberi masukan kepada pemerintah dan memantau pelaksanaan proyek-proyek di lapangan. Hal itu dapat menghasilkan pengadaan barang dan jasa berkualitas serta mendorong efisiensi anggaran.
 
Gagasan keterbukaan kontrak pengadaan barang dan jasa juga sejalan dengan Rencana Aksi Open Government Indonesia (Renaksi OGI) tahun 2018-2020, khususnya dalam hal peningkatan transparansi proses pengadaan barang dan jasa yang menargetkan publikasi seluruh dokumen pengadaan barang dan jasa dalam bentuk data terbuka. Untuk mencapai hal itu, setidaknya ada empat indikator yang perlu dipenuhi:
(1) tersedianya pembaruan Surat Keputusan (SK) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) terkait Daftar Informasi Publik (DIP) untuk dokumen pengadaan barang dan jasa di lingkungan LKPP,
(2) tersedianya rekomendasi implementasi SK DIP barang dan jasa pemerintah oleh LKPP,
(3) terlaksananya konsultasi publik terkait pengaturan DIP pengadaan barang dan jasa di pemerintah pusat oleh Komisi Informasi Pusat (KIP), dan
(4) terbitnya Peraturan Komisi Informasi (Perki) terkait DIP dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah serta penguatan kapasitas masyarakat sipil dalam mengawasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan