Jelang Pelantikan Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas: Masa Suram Pemberantasan Korupsi

Kelompok masyarakat sipil melakukan aksi "Tolak Bala" di depan Gedung Merah-Putih KPK, 20 Desember 2019, menjelang pelantikan Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK Terpilih (Dok. ICW)
Kelompok masyarakat sipil melakukan aksi "Tolak Bala" di depan Gedung Merah-Putih KPK, 20 Desember 2019, menjelang pelantikan Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK Terpilih (Dok. ICW)

Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Bukan hal yang menggembirakan, justru mayoritas publik pesimis akan nasib KPK ke depan. Bagaimana tidak, lima Pimpinan KPK baru tersebut sarat akan persoalan masa lalu dan konsep dari Dewan Pengawas yang hingga saat ini diprediksi menganggu independensi KPK.

Untuk Pimpinan KPK sendiri ICW mempunyai beberapa catatan. Pertama, sejak awal proses pemilihan Pimpinan KPK menimbulkan kontroversial di tengah publik. Mulai dari pembentukan Pansel yang kuat diduga dekat dengan salah satu institusi penegak hukum, tidak mengakomodir suara publik, sampai mengabaikan aspek integritas pada saat penjaringan Pimpinan KPK.

Kedua, Pimpinan KPK yang akan dilantik pada hari ini diduga tidak memiliki integritas dan diyakini akan membawa KPK ke arah yang buruk. Hal ini terkonfirmasi ketika salah satu diantara Pimpinan KPK tersebut diduga pernah melanggar kode etik. Selain itu juga tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan pada KPK (LHKPN).

Sedangkan untuk Dewan Pengawas sendiri ICW juga memiliki beberapa catatan kritis. Sebelumnya penting untuk ditegaskan bahwa siapapun yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi Dewan Pengawas tidak akan mengurangi sedikit pun penilaian kami bahwa Presiden tidak memahami bagaimana cara memperkuat KPK dan memang berniat untuk menghancurkan lembaga anti korupsi itu. Jadi, ICW menolak keseluruhan konsep dari Dewan Pengawas sebagaimana tertera dalam UU KPK baru.

Ada tiga alasan penolakan tersebut. Pertama, secara teoritik KPK masuk dlm rumpun lembaga negara independen yang tidak mengenal konsep lembaga Dewan Pengawas. Sebab, yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan. Hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat. Bahkan, kedeputian tersebut pernah menjatuhkan sanksi etik pada dua pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang.

Lagi pun dalan UU KPK yang lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh beberapa lembaga, misalnya BPK, DPR, dan Presiden. Lalu pengawasan apa lagi yang diinginkan oleh negara?

Kedua, kewenangan Dewan Pengawas sangat berlebihan. Bagaimana mungkin tindakan pro justicia yang dilakukan oleh KPK harus meminta izin dari Dewan Pengawas? Sementara disaat yang sama justru kewenangan Pimp KPK sbg penyidik dan penuntut justru dicabut oleh pembentuk UU.

Ketiga, kehadiran Dewan Pengawas dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yg berjalan di KPK. Sebab, Dewan Pengawas dalam UU KPK baru dipilih oleh Presiden.

Untuk itu Indonesia Corruption Watch menuntut agar Presiden Joko Widodo segera menunaikan janji yang pernah diucapkan terkait penyelematan KPK melalui instrumen PerPPU. Adapun PerPPU yang diharapkan oleh publik mengakomodir harapan yakni membatalkan pengesahan UU KPK baru dan mengembalikan UU KPK seperti sedia kala.

Jakarta, 20 Desember

Indonesia Corruption Watch

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan