Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Dibentuk di 5 Wilayah
Keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi rencananya akan dibentuk di lima wilayah Indonesia. Jadi nanti akan menggunakan sistem zona, kata Ketua Tim Pengarah Penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Prof Romly Atmasasmita saat dihubungi kemarin.
Dalam rancangan, kata dia, keberadaan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi tetap dipertahankan. Tapi mekanismenya lebih ketat. Misalnya hakim ad hoc harus disertifikasi terlebih dulu serta lulus seleksi oleh Mahkamah Agung dan masyarakat.
Selain itu, sebelum jaksa membacakan dakwaan di pengadilan, majelis hakim bisa melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap dakwaan. Pemeriksaan itu ditujukan untuk menilai apakah dakwaan jaksa dan alat bukti cukup kuat buat diteruskan. Rini Kustiani
Sumber: Koran Tempo, 1 Agustus 2007
-----------
Hakim Ad Hoc Dipertahankan
Meski sering dipermasalahkan, hakim ad hoc (sementara) kasus-kasus korupsi tetap dipertahankan dalam susunan Rancangan Undang Undang (RUU) Pengadilan Tipikor.
Eksistensi hakim yang diangkat dari kalangan nonhakim karir tersebut kerap dituding sebagai kepanjangan tangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh para terdakwa yang diperkarakan di Pengadilan Tipikor.
(Bedanya, Red) mekanismenya harus disertifikasi, ujar Ketua Tim Penyusun RUU Pengadilan Tipikor Romli Atmasasmita kemarin.
Guru besar ilmu hukum Unpad tersebut mengungkapkan, salah satu unsur pengadilan tipikor yang berubah adalah soal jumlah. Sebelumnya hanya ada satu pengadilan tipikor yang berada di Jakarta. Dalam RUU, pengadilan Tipikor akan didirikan berdasarkan pembagian wilayah Indonesia.
Ada kira-kira lima zona. Konsepnya seperti pengadilan niaga, tambah Romli. Masing-masing zona meng-cover beberapa daerah di sekitarnya. Contohnya, Pengadilan Tipikor Jakarta akan melayani kasus-kasus yang ada dalam zona DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Mekanismenya pun berbeda. Sebelumnya, pengadilan tipikor hanya melayani persidangan kasus-kasus yang ditangani KPK. Dalam RUU, pengadilan tipikor bisa memproses kasus-kasus korupsi yang diajukan KPK maupun kejaksaan.
Hal itu merujuk putusan Mahkamah Konstitusi yang menganggap pengadilan tipikor inkonstusional karena menciptakan dualisme antara kasus-kasus yang ditangani kejaksaan dan KPK.
RUU juga mengatur bahwa sebelum disidangkan, sebuah kasus korupsi akan dilakukan sidang pemeriksaan pendahuluan. Dalam sidang tersebut, hakim akan meneliti dan memeriksa dakwaan. Jika dianggap cukup bukti, kasus tersebut akan diteruskan. Statusnya (hasil sidang pendahuluan, Red) penetapan, bukan putusan. Hakim tak berwenang menolak, tapi bisa memberikan nasihat terkait dengan dakwaan tersebut, tambahnya.
Tujuan sidang pendahuluan tersebut, tambah dia, untuk menjaga citra peradilan dan melindungi tersangka. Biar tidak ada unsur pemaksa, ujar Romli. Karena tidak bisa dijalankan sesuai dengan KUHAP, RUU Pengadilan Tipikor akan memuat aturan-aturan khusus soal tata cara beracara di pengadilan tipikor.
RUU Pengadilan Tipikor bersifat lex specialis (khusus), ujarnya soal RUU yang ditargetkan diserahkan ke presiden pada November mendatang itu. (ein)
Sumber: Jawa Pos, 1 Agustus 2007