Kejagung Periksa Mantan Istri Yusril

Kasus Korupsi Fee Akses Depkum HAM

Kessy Sukaesih, mantan istri mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, harus ikut repot karena kebijakan mantan suaminya itu. Kemarin (17/11), dia harus menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Agung dalam dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Depkum HAM yang merugikan negara hingga Rp 400 miliar.

Kessy datang ke Gedung Bundar sekitar pukul 10.10. Tidak ada kalimat yang keluar dari ibu empat anak hasil pernikahannya dengan Yusril itu. Seorang laki-laki tampak melindunginya dari kejaran wartawan. Empat jam Kessy berada di dalam Gedung Bundar untuk menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik yang diketuai oleh Faried Haryanto.

Sesudah pemeriksaan, Kessy yang keluar pada pukul 14.40 juga bungkam. Termasuk ketika ditanya tentang adanya sejumlah uang yang diterimanya dari fee akses itu. "Sudah. Tanya saja dengan yang di dalam," kilah perempuan berambut panjang itu. Dia lantas berlalu dengan mobil Ford Escape warna hitam B 612 NH.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy mengatakan, pemeriksaan terhadap mantan istri Yusril itu berkaitan dengan aliran dana yang digunakan mantan pejabat Depkeh dan HAM dan istri untuk perjalanan ke luar negeri. Namun, Marwan menggarisbawahi, para istri pejabat itu tidak mengetahui asal dana yang digunakan.

Pemeriksaan yang dilakukan hanya untuk menguatkan pihak-pihak yang diuntungkan dalam kasus itu. "Dia kan hanya menerima. Yang salah adalah yang memberi," kata Marwan. Informasi yang diperoleh, salah satu perjalanan yang pernah dilakukan oleh Kessy adalah ke Cape Town, Afrika Selatan. Saat itu, dia bersama dengan Yusril dan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Zulkarnain Yunus.

Marwan menjelaskan, kebijakan Sisminbakum dengan biaya aksesnya tergolong pungutan liar (pungli). Caranya dengan menggunakan jasa perusahaan dan koperasi karyawan. "Ini korupsi sistematis. Harusnya dana menjadi milik pemerintah," terang mantan Kapusdiklat Kejagung itu.

Dalam sistem yang digunakan dalam pengesahan badan hukum itu, hasil biaya akses yang seharusnya disetor ke rekening kas negara ternyata seluruhnya masuk ke rekening PT Sarana Rekatama Dinamika, provider penyedia jasa teknologi informasi. Dalam perjanjian kerja sama, 90 persen dari total biaya akses menjadi bagian PT SRD, sedangkan 10 persen sisanya diserahkan Koperasi Karyawan Pengayoman. Dari porsi 10 persen itu, 40 persen diterima oleh Koperasi Pengayoman, sedangkan 60 persen sisanya dibagi-bagikan ke beberapa pejabat di lingkungan Ditjen AHU.

Kebijakan Sisminbakum sendiri diterapkan berdasar SK Menkeh dan HAM tentang Pemberlakuan Sisminbakum di Ditjen AHU dan SK Menkeh dan HAM tentang Penunjukan Pengelola dan Pelaksana Sisminbakum, yakni Koperasi Pengayoman dan PT SRD.

Meski menerbitkan SK, Marwan mengatakan, hingga saat ini belum ada fakta yang menjerat Yusril dalam kasus yang telah menetapkan tiga orang tersangka itu. "Pak Yusril baru sebatas menandatangani saja," katanya. Tiga tersangka dalam kasus Sisminbakum adalah Dirjen AHU (nonaktif) Syamsudin Manan Sinaga dan dua mantan Dirjen AHU, yakni Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita.

Namun, Marwan mengkritik Yusril yang menyatakan bahwa fee akses tidak termasuk ke dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menurut dia, segala kegiatan yang menarik dana dari masyarakat, termasuk PNBP, diatur dalam undang-undang. Rencananya, hari ini, Yusril menjalani pemeriksaan di Kejagung.(fal/iro)

 

Sumber: Jawa Pos, 18 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan