Sejumlah Tokoh Desak Polri Ungkap Penganiaya Tama
Sejumlah Tokoh Minta Polri Ungkap Penganiaya Aktivis ICW
Simpati dan dukungan kepada aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun, yang dianiaya orang tidak dikenal karena diduga membocorkan rekening tidak wajar milik perwira (jenderal) polisi, terus mengalir. Pada hari keempat Tama dirawat di rumah sakit, sejumlah pejabat tinggi negara dan tokoh masih berdatangan menjenguk. Mereka juga mendesak polisi segera mengungkap penganiaya Tama.
Kemarin (11/7) Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Syaifuddin, Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas, Ketua Rais Syuriah PB NU Masdar Fajar Mas'udi, dan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin membesuk Tama di RS Asri, kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Lukman datang lebih dulu. Dalam kesempatan itu, dia menyatakan perlunya mewujudkan undang-undang perlindungan pejuang HAM. Bahkan, papar dia, UU tersebut mendesak untuk direalisasikan. "Dengan tindak kekerasan terhadap Tama, RUU untuk human rights defender (pembela HAM) mendesak untuk dibuat. Negara harus memberikan perlindungan kepada para pejuang antikorupsi," paparnya.
Politikus PPP itu menuturkan, sebelumnya RUU perlindungan aktivis masuk dalam legislasi nasional periode 2009-2014. Bahkan, RUU tersebut dibahas pada periode lalu. "Namun, karena satu dan lain hal, kemudian terabaikan. Karena itu, sekarang diupayakan dibahas lagi. Draf kasarnya sudah ada, tinggal finalisasi," ungkapnya.
Lukman juga meminta Polri segera menuntaskan penyelidikan terhadap kasus penganiayaan itu. Dia berjanji mengawasi kinerja polisi selama 1-2 minggu untuk kasus tersebut. "Kita lihat dalam 1-2 minggu, apakah Polri benar-benar serius mengungkap kasus itu. Kalau tidak, perlu dibentuk sebuah tim independen," tegasnya.
Tim tersebut, tambah dia, juga melibatkan unsur polisi. "Jadi, semacam tim pencari fakta (TPF) dalam kasus Munir. Yang dilibatkan adalah orang-orang yang expert," terangnya.
Pendapat hampir senada diungkapkan oleh Busyro. Salah seorang tokoh yang lolos seleksi calon pimpinan KPK tersebut meminta polisi mengungkap kasus itu dalam dua pekan. Dia percaya bahwa polisi bisa mengungkap penganiaya Tama. "Mereka cukup profesional untuk membekuk pelakunya. Dua minggu cukup untuk mengusut," ujar Busyro setelah menjenguk Tama.
Jika tenggat tersebut meleset, terang dia, presiden bertanggung jawab mengambil langkah selanjutnya. Menurut dia, bukan mustahil muncul reaksi dari masyarakat bila polisi gagal mengungkap kasus tersebut dalam dua minggu. "Jika mampu mengungkap kasus terorisme, pasti Polri juga mampu mengungkap kasus yang satu itu," katanya.
Terkait dengan laporan ICW soal rekening tidak wajar perwira Polri, KPK juga angkat suara. Mochammad Jasin menegaskan bahwa semua laporan yang masuk akan ditindaklanjuti sesuai dengan standard operating procedure (SOP) KPK. Tapi, kasus rekening gemuk perwira Polri itu belum akan menjadi prioritas bagi lembaga antikorupsi tersebut.
"Bukan hanya satu peristiwa yang dilaporkan oleh masyarakat kepada KPK. Apa pun yang dilaporkan, KPK wajib menindaklanjuti, termasuk kasus rekening itu," tutur Jasin di RS Asri kemarin.
Jasin juga menanggapi kemungkinan KPK minta surat kuasa kepada presiden untuk mengusut kasus rekening jenderal tersebut. Dia menegaskan bahwa KPK adalah lembaga independen. Karena itu, KPK tidak perlu meminta izin dulu kepada presiden untuk menangani suatu kasus. "Mekanismenya tidak harus ke sana (minta surat kuasa, Red). Kami independen dan tidak perlu minta izin. Kami bekerja sesuai dengan UU No 30 Tahun 2002," terangnya.
Jasin menambahkan, jika ditemukan tindak pidana korupsi dalam penelaahan atas laporan ICW, ranahnya berada di penindakan pro-justitia. "Kalau ada unsur tindak pidana korupsi, pasti kami tingkatkan ke ranah penindakan," ungkap dia.
Sementara itu, kondisi Tama terus berangsur membaik. Menurut Wakil Koordinator ICW Emerson Juntho, yang bersangkutan bisa segera pulang pekan ini. "Kalau nggak Senin, ya Selasa pagi. Sebab, kondisinya sudah membaik," ujarnya kemarin.
Emerson menuturkan, setelah Tama dipulangkan, ICW berniat melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tujuannya, Tama mendapatkan perlindungan. "Kami hanya berjaga-jaga. Dikhawatirkan ada ancaman lain," ucap dia.
Pelaku Kelompok Terorganisasi
Secara terpisah, investigasi polisi terhadap penganiaya Tama menemukan titik terang. Polisi sudah menemukan si pelaku. Rencananya, hasil resmi pengungkapan kasus itu diumumkan hari ini (12/7).
''Perkembangannya dijelaskan di Mabes Polri besok (hari ini, Red),'' ujar Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombespol Marwoto Soeto kemarin (11/7).
Setelah menjenguk Tama pada Sabtu lalu (10/7), Presiden SBY meminta aparat penegak hukum bahu-membahu dalam menyelesaikan kasus penyerangan terhadap aktivis antikorupsi itu. SBY juga meminta kepolisian dan kejaksaan tidak berseberangan dengan LSM dan kelompok masyarakat dalam mengungkap kasus korupsi.
Menurut Marwoto, melalui penyelidikan maraton, polisi mendapat sejumlah fakta penting. ''Misalnya, mobilnya sudah kami ketahui. Mobil yang digunakan untuk mengikuti Tama itu sewaan,'' katanya.
Saat diperiksa polisi sebagai saksi korban, Tama menuturkan bahwa tiga hari sebelum diserang, dirinya dibuntuti. Salah satu di antaranya oleh sebuah mobil Kijang Innova warna hitam yang parkir di depan Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan. Nah, ternyata Innova itu adalah mobil sewaan dan penyewanya sudah terlacak.
Selain itu, polisi sudah memeriksa saksi-saksi lain, termasuk pria berinisial TR yang mengendarai mobil Toyota Avanza saat kejadian berlangsung. ''Soal statusnya sebagai apa, saat ini masih didalami penyidik. Kami punya waktu 1 x 24 jam,'' ungkap Marwoto.
Mantan Karopers Polda Kalsel tersebut tak menampik soal kemungkinan penganiaya Tama adalah kelompok terorganisasi atau terlatih. ''Berdasar hasil analisis sementara, memang seperti itu,'' katanya.
Mantan Kapoltabes Samarinda tersebut menolak menjelaskan secara detail pengembangan penyidikan kasus itu agar tidak dipahami sepotong-sepotong. ''Tunggu saja. Yang jelas, komitmen polisi sangat serius. Ini penganiayaan yang keji,'' tegasnya.
Sebelumnya, TR berbicara kepada wartawan di Cilandak Town Square, Jakarta, Sabtu malam lalu. Menurut dia, semua penyerang Tama menggunakan motor sport yang berjumlah empat buah. Saat itu mereka menggunakan balok besi dan samurai (Jawa Pos, edisi 11/7). TR yakin para penyerang itu berasal dari suku tertentu dari Indonesia bagian timur. Pria berambut cepak tersebut juga meminta perlindungan kepada polisi.
Sumber Jawa Pos di Polda Metro Jaya yang dilibatkan dalam pengungkapan kasus itu menyebut bahwa sejumlah orang sudah diperiksa selama tiga hari terakhir (Jumat, Sabtu, Minggu). ''Ada bagian dari kelompok penyerang yang sudah di tangan kami. Tapi, dia bukan orang yang langsung (menyerang),'' tuturnya.
Polisi berpangkat perwira menengah (pamen) itu memastikan, penyerang Tama adalah kelompok tertentu yang memiliki struktur dan mata rantai komando layaknya sebuah organisasi. ''Saya belum bisa sebut namanya (kelompok itu),'' ujarnya.
Namun, sumber tersebut memberikan petunjuk bahwa orang-orang itu dikenal solid. ''Kami masih mencari dalangnya, yang kasih order,'' tuturnya.
Apakah pelaku adalah kelompok bayaran? ''Bukan bayaran dalam arti dikasih duit terus jalan. Tapi, ini lebih pada penghormatan kepada sosok yang disegani,'' ungkapnya.
Dia optimistis paling lambat Rabu lusa (14/7) polisi sudah memiliki keterangan resmi tentang motif penganiayaan dan tersangka yang terlibat. ''Kalau bicara kelompok, harus semua (tertangkap) dulu,'' katanya. (ken/rdl/c11/c7/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 12 Juli 2010