Korupsi Dana Subsidi Kemenpera; Ketua Koperasi Fiktif Dituntut 8 Tahun
Muzamil Sulasiah (41), ketua Koperasi Sunar Budi Jamilah Sejahtera (SBJS) Karanganyar dituntut delapan tahun penjara dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis (16/6).
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar Yudha Alasta menilai, Muzamil melanggar Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena memanfaatkan dana subsidi perumahan dari Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk memperkaya diri melalui koperasi fiktif yang dibentuknya.
Muzamil juga dituntut denda Rp 500 juta dengan hukuman pengganti enam bulan penjara. Selain itu uang pengganti senilai Rp 3,61 miliar juga wajib dipenuhi dengan penyitaan harta benda atau jika belum cukup diganti dengan satu tahun kurungan.
”Terdakwa terbukti memperkaya diri melalui tindak pidana korupsi,” ujar Yudha saat membacakan tuntutannya dalam sidang yang dipimpin Ridwan Ramli.
Berdasarkan fakta persidangan, Muzamil mengaku mengalirkan uang ke pejabat Kemenpera bernama Karmin sebesar Rp 200 juta serta pejabat Direktorat Pengawasan Kemenpera bernama Cucuk Rp 60 juta. Selain itu terdakwa mengaku memberikan uang Rp 2,5 miliar kepada Wakil Kepala Cabang BNI Syari'ah Surakarta, Hatifudin.
Konsultan Keuangan
Selain sebagai nasabah, Muzamil juga mengaku dirinya Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) BNI Syariah. Ia meminta Hatifudin membeli empat bidang tanah yang masing-masing bernilai Rp 160 juta, Rp 491 juta, Rp 550 juta, dan Rp 1,3 miliar.
Tak hanya itu, terdakwa mengaku memberi uang Rp 77 juta kepada 11 pegawai BNI Syariah Karanganyar dalam bentuk buku tabungan senilai masing-masing Rp 7 juta. Akibat kasus itu, negara dirugikan Rp 3,6 miliar.
Koperasi fiktif yang dibentuk Muzamil bisa mendapat kucuran bantuan setelah sejumlah dokumen dipalsukan melalui jasa pengetikan oleh seseorang bernama Joko Susilo. Bantuan Kemenpera tahun 2007 dan 2008 berjumlah Rp 4,04 miliar tak disalurkan sesuai peruntukannya.
Bahkan dari jumlah itu hanya Rp 428,3 juta yang disalurkan ke 94 masyarakat berpenghasilan rendah.
Ia menggunakan uang lainnya untuk kepentingan pribadi, termasuk membeli sejumlah bidang tanah.
Kuasa hukum terdakwa, Aris Soetiono akan mengajukan pembelaan secara tertulis pada sidang berikutnya yang direncanakan berlangsung Kamis (23/6). (J14-59)
Sumber: Suara Merdeka, 17 Juni 2011