Sjahril Djohan Beber Fee untuk Susno Rp 3,5 M

Sidang Perdana Sjahril Djohan di PN Jaksel

Sepak terjang Sjahril Djohan yang disebut-sebut sebagai makelar kasus dan kedekatannya dengan Komjen Pol Susno Duadji dalam "mengatur" beberapa perkara kakap kemarin (2/8) diungkap di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hari itu, untuk yang pertama, Sjahril diadili.

Pada sidang perdana tersebut, jaksa penuntut umum mengurai peran Sjahril dalam "mengatur" penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (PT SAL) dan perkara Gayus Halomoan Tambunan.

Dipaparkan oleh jaksa, Sjahril bisa "mengatur" perkara-perkara kakap itu karena dia dekat dengan Susno yang kala itu menjabat Kabareskrim Mabes Polri.

Dalam kasus Arowana, ada nama Haposan Hutagalung. Dia adalah pengacara Ho Kian Huat yang melaporkan ++++ Anuar Salmah ke Bareskrim pada Maret 2008. Anuar dianggap menggelapkan uang milik Ho Kian yang telah disetorkan kepadanya. Agar laporan ke bareskrim cepat ditindaklanjuti, Haposan lantas minta tolong kepada Sjahril agar melobi Susno.

Haposan yakin, Sjahril amat dekat dengan Susno. "Haposan mendengar sendiri bila terdakwa Sjahril Djohan memanggil Susno Duadji hanya dengan sebutan 'Sus'. Jika menemui Susno Duadji di ruang kerjanya, dia tanpa mengisi buku tamu," ungkap jaksa Sila Pulungan dalam pembacaan surat dakwaan kemarin.

Sjahril bahkan bisa masuk ke ruang kerja Susno melalui pintu belakang. Selain itu, meski di ruang Susno ada tamu, Sjahril dapat langsung masuk.

Menanggapi permintaan Haposan percepatan penanganan kasusnya, Sjahril pun menyampaikannya kepada Susno. "Ini ada kasus ikan arwana yang sudah cukup lama," kata jaksa menirukan ucapan Sjahril saat berkunjung ke ruang kerja Susno. Susno merespons dengan mengatakan, "Dilihat dulu."

Beberapa hari kemudian, Sjahril mengajak Haposan menemui Susno. Kala itu, Haposan menunjukkan bukti yang dimilikinya berupa tanda terima uang yang ditandatangani Anuar Salmah. Susno menanggapi dengan cara berjanji menangkap Anuar.

Jaksa mengungkapkan, pada pertengahan November 2008, Sjahril kembali menemui Susno dan menanyakan perkembangan kasus itu. "Sus, bagaimana nih masalah arwana?" katanya. Susno menyahutnya dengan kata-kata, "Ini kasus besar, Bang! Masak kosong-kosong bae."

Sjahril lantas menyampaikan jawaban Susno tersebut kepada Haposan di Hotel Ambhara. Haposan, lanjut jaksa, mengaku sudah menyiapkan Rp 500 juta untuk Susno. Sjahril juga menyampaikan permintaan Susno yang meminta bagian persentase success fee. "Mulanya persentase tersebut dari 10 persen, kemudian menjadi 12,5 persen. Akhirnya menjadi 15 persen," beber jaksa Sila.

Jaksa menyebutkan, uang Rp 500 juta dalam tas kertas warna cokelat lantas diantar Sjahril ke rumah Susno di Jalan Abuserin No. 2 B, Cilandak, Jakarta Selatan. Saat hendak menyerahkan bungkusan cokelat berisi uang itu, datang Samsurizal Mokoagow yang bermaksud meminta tanda tangan Susno untuk keperluan dinas ke Belanda. "Nah Uda ngapain?

Djohan menjawab dengan kata-kata nih, sambil mengangkat bungkusan berisi uang," papar jaksa menirukan percakapan di rumah Susno. Setelah menerima uang itu, lanjut jaksa, Susno memerintah penyidik agar melakukan upaya tangkap, tahan, dan sita.

Untuk kasus Gayus, pada Agustus 2009, Haposan sebagai pengacara Gayus kembali meminta tolong Sjahril agar kliennya tidak ditahan. Selain itu, rekening Rp 25 miliar juga diminta dibuka blokirnya. Saat Sjahril membicarakan masalah itu, Susno sanggup membantu.

"Siap Bang, yang menangani ini adalah orang saya. Namanya M. Arafat."

(Belakangan, nama Arafat memang dinyatakan terlibat dalam kasus Gayus tersebut dan saat ini sedang menjalani sidang).

Jaksa menuturkan, Sjahril kemudian meminta Haposan menyiapkan dana Rp 3,5 miliar untuk Susno. Selanjutnya, Sjahril dan Haposan bertemu dengan Brigjen Pol Radja Erizman di ruang direktur II/ Eksus Bareskrim. Saat itu, dibicarakan pembagian uang terkait kasus pajak Gayus jika blokir rekening dibuka. "Dalam pertemuan itu, Haposan menulis di atas kertas kecil pembagian dari perkara Gayus apabila blokir dapat dibuka," urai jaksa. Tulisan dalam kertas itu: Bareskrim 5, Kejaksaan 5, Hakim 5, Gy 5, Lawyer 5.

Karena peran itu, Sjahril dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1. Selain itu juga pasal 5 ayat (1) huruf a jo pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 88 KUHP subsider pasal 13 jo pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 88 KUHP. Dia terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.

Sjahril yang mengenakan kemeja warna putih tampak tenang mendengarkan dakwaan jaksa. Dia hanya menjawab singkat saat Ketua Majelis Hakim Sudarwin menanyakan isi dakwaan. "Mengerti, Yang Mulia," katanya sembari mengangguk. Dia lantas menyerahkan kepada tim kuasa hukumnya yang langsung menyatakan mengajukan eksepsi (keberatan).

Dalam eksepsi yang dibacakan bergantian kuasa hukumnya, Sjahril mengaku telah dipojokkan dengan opini yang berkembang dalam pemberitaan. Yakni sebagai orang yang pasti bersalah dan "dianugrahi gelar" makelar kasus (markus) kelas kakap. "Berita-berita fitnah itu bersumber dari satu sumber berita saja, yaitu Susno Duadji, yang dikembangluaskan oleh orang-orang yang tidak mengerti hukum, hanya asbun atau asal bunyi," urai Hotma Sitompoel, kuasa hukum Sjahril.

Hotma lantas mencuplik beberapa berita yang termuat dalam beberapa media massa. Misalnya, SJ (Sjahril Djohan) yang disebut Susno di depan Komisi III DPR sebagai makelar kasus pajak, SJ yang disebut sebagai pengatur rekayasa kasus Gayus, dan mister X yang bukan anggota kepolisian yang memiliki ruang sendiri di sebelah ruang Wakapolri.

"Berita itu berasal dari Susno, hanya isapan jempol dan fitnah semata, dalam rangka pengalihan masalah pencopotannya selaku Kabareskrim," ujar Hotma. Dia menyebut, menurut berita yang beredar, Susno dicopot dari Kabareskrim karena tersangkut sejumlah kasus, seperti Bank Century dan konflik KPK-Polri (cicak v buaya).(fal/c1/kum)
Sumber: Jawa Pos, 3 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan