Jatah Nazaruddin Rp 25 Miliar

Sidang Kasus Wisma Atlet

Muhammad Nazaruddin diduga menerima Rp 4,3 miliar terkait pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel). Ternyata nilai tersebut hanya sebagian dari jatah yang disiapkan untuk mantan bendahara umum Partai Demokrat itu, yakni 13 persen atau sekitar Rp 25 miliar dari total nilai proyek Rp 191,6 miliar.

Uang tesebut merupakan komisi atau success fee pemenangan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai pelaksana proyek pembangunan wisma atlet. Nazaruddin kebagian jatah komisi paling besar, senilai 13 persen dari nilai kontrak proyek.

Hal itu terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan suap terkait proyek wisma atlet SEA Games, dengan tersangka Mohammad El Idris, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (13/7).

Jaksa penuntut umum, Agus Salim, menuturkan selaku manajer Pemasaran PT DGI, Mohammad El Idris awalnya menawarkan komisi sebesar 12 persen dari nilai proyek untuk Nazaruddin. Namun, mantan Komisaris Utama PT Anak Negeri itu keberatan dan meminta jatah sebanyak 15 persen.

”Akhirnya disepakati oleh terdakwa, Mindo Rosalina Manulang (Direktur Pemasaran PT Anak Negeri) dan Muhammad Nazaruddin, fee adalah sebesar 13 persen dari nilai kontrak,” kata Agus saat membacakan surat dakwaan terhadap El Idris.

Sesuai kesepakatan, lanjut dia, Idris memberikan sebagian komisi untuk Nazaruddin setelah perusahaannya menerima uang muka pembayaran proyek Rp 33,8 miliar.

Dana komisi awal sebesar Rp 4,3 miliar kemudian disetorkan kepada mantan anggota Komisi III DPR itu secara bertahap.

Penyerahan tahap pertama dilakukan awal Februari 2011 berupa dua lembar cek BCA masing-masing senilai Rp 1,065 miliar dan Rp 1,105 miliar melalui staf Bagian Keuangan PT Anak Negeri, Yulianis. Beberapa hari kemudian, dua cek BCA dengan nominal masing-masing Rp 1,120 miliar dan Rp 1,050 miliar diberikan lewat staf Bagian Keuangan PT Anak Negeri bernama Oktarina Furi alias Rina. “Keseluruhan cek tersebut diberikan kepada Muhammad Nazaruddin selaku anggota DPR RI sebagai bagian dari komitmen pemberian 13 persen karena PT DGI berhasil menjadi pelaksana pekerjaan,” ungkap jaksa Agus.

Dia menambahkan, Idris juga telah memberikan imbalan berupa tiga lembar cek senilai Rp 3,2 miliar kepada Wafid Muharam selaku Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga (Sesmenpora) yang memiliki kewenangan menerbitkan dan menandatangani surat keputusan tentang bantuan pembangunan wisma atlet. Cek untuk Wafid diserahkan pada 21 April 2011 di ruangan Sesmenpora di Lantai III Gedung Kemenpora Senayan, Jakarta Pusat. Saat penyerahan cek, bawahan Menpora Andi Mallarangeng itu didampingi oleh Rosa yang merupakan bawahan Nazaruddin. Tak lama setelah penyerahan cek, petugas KPK menangkap ketiganya.

Tidak hanya menyetorkan komisi atau success fee kepada Sesmenpora Wafid Muharam dan Nazaruddin,  El Idris juga menyiapkan komisi untuk Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin sebesar 2,5 persen dari nilai proyek pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Pemprov Sumsel.

“Untuk daerah, yaitu Gubernur Sumsel sejumlah 2,5 persen,” kata jaksa Agus Salim.

Disepakati pula pembagian komisi untuk Sesmenpora Wafid Muharam (2 persen), Komite Pembangunan Wisma Atlet (2,5 persen) dan Panitia Pengadaan (0,5 persen). Persentase tersebut mengacu nilai kontrak proyek Rp 191,6 miliar setelah dikurangi pajak (Ppn dan Pph).

Menurut Agus, kesepakatan komisi untuk Komite Pembangunan Wisma Atlet dan Panitia Pengadaan sudah direalisasikan. Terdakwa Idris telah memberikan uang senilai Rp 400 juta kepada Ketua Komite, Rizal Abdullah di kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya Pemprov Sumsel. Sedangkan M Arifin, selaku Ketua Panitia Pengadaan, diberi uang Rp 50 juta. Uang komisi berkisar Rp 25 juta hingga Rp 80 juta juga mengalir ke anggota Komite Pembangunan Wisma Atlet dan Panitia Pengadaan.

“Uang sebagai imbalan karena telah mengatur PT DGI menjadi rekanan yang mendapatkan proyek pengadaan,” kata Agus.

Jaksa Agus juga memaparkan, Nazaruddin selaku anggota DPR mampu mengatur pengadaan di Kementerian Pemuda dan Olah Raga. El Idris yang mempunyai tugas mencari pekerjaan atau proyek untuk PT DGI melakukan pertemuan dengan Nazaruddin di kantor PT Anak Negeri pada sekitar Juni atau Juli 2010. Bersama dengan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi, terdakwa El Idris menyampaikan keinginan agar PT DGI dapat bekerja sama dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.

’’Nazaruddin menyanggupi dan meminta terdakwa untuk berhubungan dengan Mindo Rosalina Manulang,’’ kata Agus Salim.

Selanjutnya, pada Agustus 2010 bertempat di sebuah rumah makan yang terletak di belakang Hotel Century Senayan, Rosalina bersama Nazaruddin mengadakan pertemuan dengan Wafid Muharram.

Perbuatan El Idris ini diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (J13-35)
Sumber: Suara Merdeka, 14 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan